BANDUNG, UNIKOM – Misa Jum’at Pertama di bulan Juli, kembali dilaksanakan di Kampus UNIKOM pada Jum’at, 5 Juli 2024. Sejumlah mahasiswa Katolik dari berbagai program studi di lingkungan Universitas Komputer Indonesia yang tergabung di dalam Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) UNIKOM, turut menghadiri Misa yang dipersembahkan Pastor R.P. Mumbere Kayange Remacle, OSC.
Bertempat di Ruang 5608 Miracle Building UNIKOM, Pastor Remacle mengawali homili singkatnya dengan membacakan kutipan Alkitab dari Kitab Matius 9: 9-13 yang berkisah tentang pertobatan Matius, seorang pemungut cukai. “Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi, pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."
Pada renungan yang disampaikan, Pastor Remacle menuturkan, secara naluriah semua manusia memang cenderung bersikap memilih dalam pergaulan. Kita hanya mau berkumpul dengan orang-orang yang memiliki banyak kesamaan atau kecocokan dengan kita. Kita enggan berkumpul dengan orang-orang yang terlalu berbeda dengan kita, apalagi orang-orang berdosa. Matius 9 : 9-13 mengajarkan kepada kita bagaimana respon terbaik ketika Tuhan memanggil kita. Matius rela meninggalkan semua kekayaan, jabatan dan apapun yang sudah dimilikinya, lalu "membayar harga" untuk mengikut Yesus, dengan meninggalkan seluruh kekayaan dan fasilitas yang dimilikinya sebagai pejabat negara, walau itu tidak mudah. Dalam masyarakat Yahudi para pemungut cukai dianggap sebagai antek pemerintah asing (Romawi) yang menyengsarakan bangsa mereka sendiri. Mereka juga dicap sebagai orang yang tidak jujur dan tamak yang suka menarik pajak lebih tinggi daripada seharusnya. Pergaulan mereka yang sangat akrab dengan orang-orang asing seringkali menempatkan mereka sebagai pelanggar adat-istiadat Yahudi, terutama hukum halal – haram. Di tengah kondisi seperti itu Yesus datang dan memanggil Matius. Panggilan pelayanan kepada Matius sama dengan panggilan keselamatan. Kristus mengasihi kita ketika kita masih lemah dan berdosa (Rm. 5:5-8). Dia tidak menunggu kita pulang. Dia mengejar dan menjemput kita. Kasih-Nya lebih dalam daripada kejatuhan kita.
Lebih jauh, Pastor Remacle menjelaskan, dalam kasus perjamuan makan di rumah Matius, persoalannya menjadi lebih rumit. Teman-teman Matius banyak yang bukan dari kalangan Yahudi. Mereka tidak memelihara hukum kosher (makanan halal). Apa yang dimakan, proses masak dan bagaimana makanan itu disajikan pasti banyak menabrak adat-istiadat Yahudi. Mendapati seorang nabi berada di tengah kerumunan seperti itu pasti sangat mengagetkan. Yesus seharusnya tidak makan bersama orang-orang berdosa itu. Kenyataannya, Yesus tetap makan bersama mereka. Dia berbagi sukacita dengan mereka. Dia bergaul dengan mereka. Dia menawarkan persekutuan. Orang-orang Farisi melewatkan sesuatu yang sangat penting: ibadah bukan sekadar tentang liturgi, tetapi kondisi hati. Apa yang diletakkan di atas altar (persembahan) sama pentingnya dengan apa yang disimpan di dalam (sikap hati). Persembahan harus disertai dengan belas-kasihan. Apa yang kita lakukan di hadapan Allah (dalam ibadah personal dan komunal) harus selaras dengan apa yang kita lakukan di hadapan sesama (dalam interaksi sosial).
“Jika kekudusan dan kesempurnaan adalah pemberian Allah, tidak ada ruang untuk kebanggaan. Yang membedakan kita dari orang berdosa bukanlah apa yang kita lakukan bagi Tuhan (persembahan), tetapi apa yang Kristus lakukan bagi kita (penebusan). Hanya ketika kesombongan spiritual disingkirkan, kita akan mampu menunjukkan belas-kasihan”, demikian pungkasnya. (Direktorat Hms & Pro).